Ternyata di Dunia Kita Hidup Hanya 1,5 Jam atau 0,15 Detik Saja


Konsep Kalender Kosmik dipopulerkan pertama kali oleh Carl Sagan dalam bukunya yang berjudul The Dragons of Eden. Skala waktu dalam kalender kosmik menunjukan bahwa nilai 1 detik setara dengan 438 tahun; 1 jam setara dengan 1,58 juta tahun; atau 1 hari sebanding dengan 37,8 juta tahun. Dengan konsep kalender kosmik, maka seseorang yang meninggal dunia pada usia 64 tahun misalnya, berarti bahwa ia sebenarnya hanya sempat hidup di dunia ini selama 0,15 detik saja.

Siapakah Carl Sagan, yang mempopulerkan konsep kalender kosmik itu? Carl Sagan adalah seorang Astronom kelahiran Brooklyn, New York, Amerika Serikat, 9 Nopember 1934, dan wafat di Seattle, Washington pada usia 62 tahun, tepatnya 20 Desember 1996. Carl Sagan populer di seantero jagat ini melalui buku-buku best seller bertema sains populer yang ia tulis. Sebagai seorang pakar di bidang Astronomi dan Astrofisika, Carl Sagan banyak berkontribusi pada sebagian besar misi luar angkasa tak berawak yang bertugas mengeksplorasi tata surya.

Dengan konsep kalender kosmik, Carl Sagan sebenarnya seperti sedang mempertontonkan wujud relativitas waktu. Sebagai manusia biasa, boleh saja ia salah dalam membuat kalkulasi. Tetapi, sekali lagi, dengan konsepnya itu ia telah berhasil menunjukkan relativitas sang waktu di alam dunia. Bahkan, dengan konsep tersebut, pintu-pintu keimanan seperti terbuka lebar untuk meyakini eksistensi keabadian hidup di luar kefanaan dunia ini.

Kalkulasi tentang skala waktu yang tak mungkin salah hanya bisa datang dari Sang Pencipta Segalanya. Perhatikan Ayat ini:

يُدَبِّرُ الْأَمْرَ مِنَ السَّمَاءِ إِلَى الْأَرْضِ ثُمَّ يَعْرُجُ إِلَيْهِ فِي يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُ أَلْفَ سَنَةٍ مِّمَّا تَعُدُّونَ

“Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik kepada-Nya dalam satu hari yang kadarnya (lamanya) adalah seribu tahun menurut perhitunganmu” (QS. As-Sajadah: 5).

Itulah kalkulasi tentang realitas waktu yang tak mungkin salah. Dan, kalkulasi tersebut saya menyebutnya dengan istilah Kalender Ukhrawi, atau Kalender Akhirat. Dengan kalender ukhrawi, 1 hari akhirat setara dengan 1000 tahun dunia. Artinya, seseorang yang tutup usia di umur 64 tahun misalnya, berarti bahwa ia hanya sempat hidup di dunia selama 1,5 jam saja. Dengan fakta ini, cukup berdasar saya kira jika kemudian kita membangun sebuah argumen keimanan yang kuat bahwa sesungguhnya tidak ada alasan yang benar-benar prinsipil untuk mengeluh dalam hidup ini. Hidup kita di dunia terlalu singkat. Jika diisi dengan keluhan, mungkin tak ada waktu lagi yang tersisa untuk bersabar, atau untuk bersyukur; dengan kata lain waktu kita akan tergerus habis tanpa menyisakan sedikitpun momen untuk melakukan kebaikan.

Melalui hikmah kalender kosmik maupun kalender ukhrawi, kita sejatinya ingin terbang menuju ketinggian makna sumpah Ilahi atas nama sang waktu , bahwa “Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian; Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya menaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran” (QS.Al-‘Ashr: 1-3)

Jujur, saya harus katakan, tulisan ini saya buat karena saya benar-benar terinspirasi oleh sebuah status ‘fb’ yang ditulis oleh seorang teman sejawat, dr. Hj. Sari Ali Astuti, 27 Agustus 2015. Saat itu, seluruh Kepala Puskesmas di Kabupaten Karawang sedang menghadiri pertemuan di Aula Dinas Kesehatan terkait kebijakan penetapan norma kapitasi dari BPJS yang mengguncang dunia layanan kesehatan primer, khususnya FKTP Pemerintah. Saya berani mengatakan bahwa mungkin tidak ada satupun insan kesehatan di lini pelayanan primer yang suka atau setuju dengan cara BPJS memberlakukan regulasi tanpa sosialisasi yang memadai. Substansi regulasinya mah insya Allah baik, tapi cara dan momentum penerapannya seperti melabrak kaidah sosialisasi yang adekuat. Nah, di tengah goncangan regulasi inilah kala itu status fb rekan saya di atas ditulis dengan bahasa yang lugas sebagai berikut:

“Apapun itu , menyenangkan atau menyesakkan , lapang atau sempit , kemudahan atau kesulitan hanya berharap berada dlm lingkup kebaikan dan keridhoanMu...”

Status fb tersebut seperti menyapa hati, perasaan, atau jiwa-jiwa yang sedang terguncang oleh sesuatu, agar tetap berdenyut dalam kebaikan; yang sulit direspon dengan kesabaran; yang lapang direspon dengan kesyukuran; toh hidup di dunia ini hanya sekejab saja, bukan?

Maka, sabarlah saudaraku, di dunia kita hidup hanya 1,5 jam atau 0,15 detik saja. (Jangan lupa baca juga tulisan saya yang ini ya: Cara Saya Memaknai Regulasi Baru Norma Kapitasi BPJS). Oya, alunan merdu suara emas Ebit G Ade berikut ini sayang juga kalau dilewatkan begitu saja, karena substansinya masih senapas dengan tulisan singkat yang saya buat ini. Matur Sembah Nuwun ...Wallahua’lam. (Penulis: La Ode Ahmad)

0 Response to "Ternyata di Dunia Kita Hidup Hanya 1,5 Jam atau 0,15 Detik Saja"

Post a Comment